Seumur hidup saya gak pernah kebayang sekali pun kalau akan menginjakkan kaki di Indonesia Timur.
Pertama, saya bukan dari keluarga yang suka jalan-jalan.
Kedua, tiket ke Indonesia Timur mahal banget.
...sampai suatu saat ada yang ngetwit "ada yang mau survei 2 minggu ke Banda Neira?"
|
Gunung Api di Banda, cantik ya? :) |
Itulah awal mulanya saya akhirnya bisa menjejakkan kaki di Kepulauan Banda :D
Antara senang karena bisa datang ke tempat baru dan sedih karena pisah sama suami secara sinyal HP di Banda
byar-pet semua :))
Saya dapat tugas survei tentang mendata objek wisata alam di Kepulauan Banda. Sebelumnya, saya tahu nama Banda Neira ini sebatas sebagai nama daerah wisata dan nama
band indie :D Sebelum berangkat, saya sempat gooling tentang Banda Neira. Ternyata sudah lumayan banyak yang menulis tentang Banda, ada beberapa website yang cukup lengkap memberikan informasi menuju Banda seperti di
sini atau di
sini.
Biasanya, turis yang banyak datang ke Banda terpaksa mampir dulu ke Kota Ambon, karena transportasi menuju Banda hanya ada dua opsi yaitu dengan pesawat kecil (dengan kapasitas max.15 orang) atau Kapal Putih PELNI. Waktu itu, saya lagi kurang beruntung karena layanan pesawat sedang tidak beroperasi (hiks!) akhirnya mau-gak-mau harus naik kapal yang mana perjalanannya 8jam untuk sampai ke Banda *langsung mabuk laut*
Ini pertama kalinya saya naik kapal buat perjalanan jauh. Untuk orang Bandung kaya saya -yang lebih demen gunung daripada pantai- ya agak pucet juga dong ngebayangin selama itu terombang-ambing di atas laut. Apalagi banyak gosip sana-sini yang bilang kalau kapalnya biasa suka ngangkut penumpang diatas kapasitas. Gimana kalo nanti ada apa-apaaaaa~ Tapi untunglah itu cuma khayalan semata karena akhirnya bisa sampai di Banda dengan selamat sejahtera sentosa! Karena banyak pengalaman di atas kapal, nanti saya akan posting di judul yang berbeda ya :D
Banda Neira sebenarnya bagian kecil dari Kepulauan Banda, namanya jadi lebih terangkat karena memang Banda Neira jadi pusat kota sekaligus kecamatan di Banda. Semua kapal besar dari Ambon atau Papua singgah di sini setiap 2 minggu sekali. Asyiknya, setiap ada kapal yang singgah, selalu ada pasar kaget di luar pelabuhan. Jangan bayangkan pelabuhan yang besar ya, pelabuhannya kecil sekali, tidak lebih besar dari parkiran
mall. Semua makanan yang enak mulai dari nasi kuning sampai telur ikan tuna ada! Makanan itulah menu sarapan pagi pertama saya di Banda :D
|
Setelah 8 jam perjalanan, saya langsung kalap liat makanan di pasar :D |
Pertama kali jalan di sini, saya jadi teringat desa nenek saya :) Dimensinya, Suasananya, Baunya, Semuanya! :D Jalan di sini terhitung kecil dan mayoritas penduduk menggunakan motor sebagai alat transportasi. Karena tidak ada rambu (saking kecilnya Banda Neira) ada juga yang mengendarai motor sembarangan dan sering mengggunakan klakson :( Sayang sekali, padahal yang mereka klakson juga gak penting-penting banget.
Saya menginap tidak jauh dari pelabuhan, persis pinggir pantai. Cari saja rumahnya Pak Sesar. Kalau dari luar hanya terlihat pintu kecil dengan tulisan Naira Dive Center. Pak Sesar orangnya ramah sekali, suka ngajak ngobrol kalau sedang tidak ada acara
diving. Kamarnya hanya ada dua sih, tapi siapa yang gak senang kalau setiap pagi bisa nongkrong di pinggir pantai? :D Oiya, kalau berenang hati-hati ya, karena ternyata di hari terakhir saya disini saya lihat belut raksasa dan ular laut disini :P
|
Rumahnya sederhana tapi bisa renang dan lihat ikan setiap hari :) |
Siang itu, saya berkeliling Banda Neira. Sebenarnya pulaunya cukup besar, tapi letak antar objek arsitekturalnya berdekatan jadi masih bisa terjamah dengan berjalan kaki. Di daerah sekitar pelabuhan gaya bangunan didominasi bangunan lama dan beberapa bangunan dijadikan sebagai museum atau penginapan. Saya setuju dengan alih fungsi ini ketimbang bangunannya terlantar tidak dirawat. Kalau melewati bangunan-bangunan ini rasanya saya masih bisa membayangkan para bangsawan Belanda itu saling bercakap-cakap di beranda.
Sayangnya, kerusuhan Ambon punya dampak yang besar disini :( Banyak bangunan rumah dibiarkan terlantar begitu saja karena ditinggalkan pemiliknya. Banyak rumah tak berpenghuni yang fasadnya masih bagus. Pak Des Alwi salah satu tokoh Banda yang berhasil mengupayakan renovasi untuk beberapa bangunan lama. Sayangnya saya gak bisa mengeksplor semua bangunan satu-persatu (hiks! padahal pengen banget) tapi secara keseluruhan bangunan lama di Banda Neira ini cantik semua! Yakin banget deh kalau anak arsitek ke sini pasti langsung sibuk foto-foto! :D Oiya di hari pertama ini langitnya lagi cakep-cakepnya, untung sempat foto-foto karena ternyata 2 minggu ke depan mendung terus :(
|
Bangunan yang menyambut di depan pelabuhan : masjid dan sekolah perikanan Sjahrir-Hatta |
|
Rumah tak berpenghuni dan penginapan Delfika. |
|
Rumah Budaya Banda Neira |
|
Rumah Sutan Sjahrir yang menjadi museum. Isinya semua barang sjahrir selama tinggal di Banda |
|
Rumah Kapten Cole. Cantik di depan sayang dalamnya gak keurus :( |
|
Gereja Banda Neira. Selain tempat beribadah, di dalam gereja ini juga ada makam :O |